Sebagian orang mungkin tidak mengetahui bahwa tanah yang ditempati dan/atau bangunan yang dihuni merupakan bagian dari objek pajak. Untuk itu perlu rasanya masyarakat mengetahui Pajak Bumi dan Bangunan (pajak PBB) dengan baik dan jelas sesuai dengan Hukum Pajak yang berlaku. Dalam tulisan ini akan membahas pengertian Pajak Bumi dan Bangunan, subjek PBB, objek PBB, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Baca Juga: Cara Menghitung PPh 21 Yang Benar
Daftar isi
Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (Pajak PBB)
Menurut PMK No.48/PMK.03/2021 mengartikan Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB selain PBB Perdesaan dan Perkotaan.
Penjelasan lebih lanjut mengenai Bumi dan Bangunan dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagai berikut:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal I
- Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya;
- Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan;
- Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak pengganti;
- Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang ini;
- Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak.
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (Subjek PBB)
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang memiliki kewajiban untuk melunasi PBB sebagaimana ditentukan dalam Undan-Undang PBB.
Perlu diingat bahwa Subjek PBB diwajibkan melunasi utang pajak bumi bangunan apabila subjek secara nyata memiliki hak atas bumi dan bangunan dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan. tersebut
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan lembaga yang berwenang untuk menentukan siapa subjek Wajib Pajak PBB yang berkewajiban dalam melunasi utang pajak bumi dan bangunan, jika pada suatu objek pajak belum jelas diketahui siapa memiliki tanggung jawab sebenarnya.
Catatan:
Jika suatu objek pajak nyata-nyata masih dalam suatu sengketa kepemilikan di pengadilan, maka orang atau badan yang memanfaatkan atau menggunakan objek pajak tersebut akan ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
Akan tetapi, jika orang atau badan yang telah ditetapkan oleh DJP sebagai Wajib Pajak yang bertanggung jawab terhadap PBB merasa tidak berkewajiban, maka yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan keberatan kepada DJP.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Setelah mengetahui subjek, maka perlu juga mengetahui objek pajak bumi dan bangunan.
Pengertian dari objek pajak PBB adalah benda tidak bergerak, yaitu berupa bumi dan bangunan itu sendiri. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan baik pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
Sedangkan pengertian dari bangunan adalah suatu konstruksi teknis yang ditanam, diperlihatkan, dan didirikan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Lebih jelas mengenai pengertian bangunan sebagai berikut:
- Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti perumahan, hotel, pabrik, dan lain-lainnya yang menjadi satu kesatuan dengan kompleks/lingkungan tersebut.
- Jalan tol.
- Kolam renang.
- Pagar mewah.
- Tempat olahraga.
- Galangan kapal, dermaga.
- Taman mewah.
- Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
- Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Akan tetapi, terdapat beberapa pengecualian menurut undang-undang terhadap objek PBB yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan, sebagai berikut:
- Tanah dan bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dalam hal kegiatan ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, objek yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
- Tanah dan bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan hal tersebut.
- Tanah dan bangunan yang digunakan untuk perwakilan diplomatik atau konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. Dalam artian jika gedung perwalian RI di suatu negara tertentu dikenakan PBB, maka hal yang sama akan diberlakukan terhadap gedung negara tersebut di Indonesia.
- Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
- Tanah dan bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Demikian penjelasan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), subjek PBB, dan objek PBB. Perlu diketahui dalam subjek PBB, bahwa penunjukan seseorang atau badan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk melunasi utang pajaknya bukanlah merupakan bukti kepemilikan hak. Dalam hal objek PBB juga perlu diketahui bahwa terdapat beberapa pengecualian objek yang selanjutnya diatur dalam undang-undang dan Peraturan Kementerian Keuangan.